PERAN ORANG TUA
DALAM PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA DINI
Oleh
Agus Joni Oliveira
Anak
usia dini dikenal sebagai usia menjelajah atau usia bertanya. Sebutan ini
dikenakan pada mereka karena mereka berada dalam tahap ingin mengetahui keadaan
lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya serta bagaimana
supaya anak dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Selain kedua sebutan yang
diberikan oleh para ahli psikologi kepada anak usia dini, ahli psikologi juga
menyebut anak usia dini sebagai usia meniru. Anak-anak meniru pembicaraan dan
tingkah laku orang lain. Namun demikian,
pada usia meniru ini, anak-anak juga sering kedapatan menunjukkan
kreativitas dalam bermain, atau yang dikenal dengan usia kreatif.[1] Di
tengah usia perkembangan inilah maka sangat diperlukan sebuah pendampingan yang
efektif dan kreatif dari para pengasuhnya, dalam hal ini orang tua sebagai
pendidik pertama. Berikut beberapa “point” penting dari peran orang tua dalam
membantu perkembangan emosi anak.
Pertama,
orang tua harus menjadikan diri sebagai pendidik. Ini berarti orang tua
membantu anak agar kelak menjadi anak yang hidup dalam kasih baik bagi diri
sendiri maupun bagi orang lain. Memang cukup sulit untuk menentukan apakah anak
sudah mendapatkan kasih sayang atau belum. Namun perasaan tidak cukup disayangi
ini akan menimbulkan perasaan kurang diperhatikan atau dikasihi. Akibat dari
sikap kurang kasih sayang terlihat dari sifat anak yakni tidak yakin akan diri
sendiri, bahkan merasa rendah diri. Anak yang tak pernah belajar mencintai, tak
akan pernah merasa dicintai, tidak dapat mengadakan hubungan pribadi dengan
orang lain, tak dapat didekati, sulit dipengaruhi dan tak bisa bekerja sama.[2] Jika
anak sejak awal mendapat cinta yang tulus dari kedua orang tuanya, maka ia akan
berkembang menjadi anak yang akan banyak mencintai diri sendiri dan orang lain.
Sebaliknya anak yang sejak kecil tidak merasakan bahwa mereka dicintai pada
akhirnya akan berkembang menjadi anak yang suka memberontak pada orang tuanya,
dan seringkali aksi mereka ini terjadi tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu
bagi anak yang matang secara emosional pada akhirnya dapat menjadi pribadi yang
sangat penyayang.[3]
Kedua,
orang tua harus menjadi tokoh panutan dan guru bagi anaknya. Anak yang hidup
dalam lingkungan keluarga yang saling mengasihi dan mengasihinya, membuat anak bertumbuh
dan berkembang menjadi pribadi yang penuh dengan kasih. Kasih adalah dasar
perkembangan emosi anak. Bila anak tak tahu bahwa mereka dicintai, mereka akan
sulit sekali diyakinkan bahwa mereka berharga.[4] Seorang anak yang dikejutkan dengan ungkapan
cinta adalah seorang anak yang perkembangan emosionalnya akan sangat optimal
dan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya. Anak seperti itu percaya
bahwa ia selalu bernilai sepanjang waktu dan mempunyai potensi dalam diri yang
perlu dikembangkan. Orang tua harus mempelajari segala hal yang akan menuntun
anaknya sepanjang hidupnya. Diatas bahu orang tua terletak tanggung jawab untuk
memberikan pendidikan jasmani, mental, rohani, budi dan pekerti.[5]
Ketiga,
orang tua perlu menjadi sahabat yang memberi pujian yang tulus dan sepenuh hati
untuk hal-hal baik yang dicapai oleh anak. Misalnya anak berhasil dalam
menyusun sebuah permainan. Orang tua yang memberikan pujian akan membangkitkan
motivasi yang sehat dalam diri anak. Pujian adalah salah satu cara membangun
perasaan bahwa ia bernilai, sekaligus mendorong keinginan anak untuk mencoba
aktivitas baru dan mencapai tujuan yang lebih baik dalam hidupnya. Dampak yang
lebih luas dari peran orang tua pada perasaan anak ini adalah ia akan
berkembang menjadi anak yang ceriah dan tidak mengalami beban ketika menghadapi
berbagai kesulitan dalam hidup. Ini berarti orang tua mempunyai tanggung jawab
penuh akan emosi dan karakter anak.[6]
Untuk
itu peran orang tua sebagai pendidik, sahabat, tokoh panutan dan guru sangat
dibutuhkan demi menunjang perkembangan emosi anak. Bawasannya orang tua-lah
yang paham sejauh mana anak mereka berkembang. Apalagi rasa ingin tahu diri
anak adalah salah satu bagian penting dalam perkembangan emosi anak sejak usia
dini, yang mana perkembangan ini berakar pada perasaan dan pikirannnya yang diterima,
bernilai dan penting bagi keluarga dan orang sekitarnya.
[1]Rochelle Semmel Albin, Emosi-Bagaimana
Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm.
9.
[1]Rochelle Semmel Albin, Emosi-Bagaimana
Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm.
9.
No comments:
Post a Comment