Tuesday, November 12, 2019

Psikologi Anak


PERAN ORANG TUA

 DALAM PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA DINI

Oleh 
Agus Joni Oliveira



            Anak usia dini dikenal sebagai usia menjelajah atau usia bertanya. Sebutan ini dikenakan pada mereka karena mereka berada dalam tahap ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya serta bagaimana supaya anak dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Selain kedua sebutan yang diberikan oleh para ahli psikologi kepada anak usia dini, ahli psikologi juga menyebut anak usia dini sebagai usia meniru. Anak-anak meniru pembicaraan dan tingkah laku orang lain. Namun demikian,  pada usia meniru ini, anak-anak juga sering kedapatan menunjukkan kreativitas dalam bermain, atau yang dikenal dengan usia kreatif.[1] Di tengah usia perkembangan inilah maka sangat diperlukan sebuah pendampingan yang efektif dan kreatif dari para pengasuhnya, dalam hal ini orang tua sebagai pendidik pertama. Berikut beberapa “point” penting dari peran orang tua dalam membantu perkembangan emosi anak.
            Pertama, orang tua harus menjadikan diri sebagai pendidik. Ini berarti orang tua membantu anak agar kelak menjadi anak yang hidup dalam kasih baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Memang cukup sulit untuk menentukan apakah anak sudah mendapatkan kasih sayang atau belum. Namun perasaan tidak cukup disayangi ini akan menimbulkan perasaan kurang diperhatikan atau dikasihi. Akibat dari sikap kurang kasih sayang terlihat dari sifat anak yakni tidak yakin akan diri sendiri, bahkan merasa rendah diri. Anak yang tak pernah belajar mencintai, tak akan pernah merasa dicintai, tidak dapat mengadakan hubungan pribadi dengan orang lain, tak dapat didekati, sulit dipengaruhi dan tak bisa bekerja sama.[2] Jika anak sejak awal mendapat cinta yang tulus dari kedua orang tuanya, maka ia akan berkembang menjadi anak yang akan banyak mencintai diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya anak yang sejak kecil tidak merasakan bahwa mereka dicintai pada akhirnya akan berkembang menjadi anak yang suka memberontak pada orang tuanya, dan seringkali aksi mereka ini terjadi tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu bagi anak yang matang secara emosional pada akhirnya dapat menjadi pribadi yang sangat penyayang.[3]
            Kedua, orang tua harus menjadi tokoh panutan dan guru bagi anaknya. Anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang saling mengasihi dan mengasihinya, membuat anak bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang penuh dengan kasih. Kasih adalah dasar perkembangan emosi anak. Bila anak tak tahu bahwa mereka dicintai, mereka akan sulit sekali diyakinkan bahwa mereka berharga.[4]  Seorang anak yang dikejutkan dengan ungkapan cinta adalah seorang anak yang perkembangan emosionalnya akan sangat optimal dan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya. Anak seperti itu percaya bahwa ia selalu bernilai sepanjang waktu dan mempunyai potensi dalam diri yang perlu dikembangkan. Orang tua harus mempelajari segala hal yang akan menuntun anaknya sepanjang hidupnya. Diatas bahu orang tua terletak tanggung jawab untuk memberikan pendidikan jasmani, mental, rohani, budi dan pekerti.[5]
            Ketiga, orang tua perlu menjadi sahabat yang memberi pujian yang tulus dan sepenuh hati untuk hal-hal baik yang dicapai oleh anak. Misalnya anak berhasil dalam menyusun sebuah permainan. Orang tua yang memberikan pujian akan membangkitkan motivasi yang sehat dalam diri anak. Pujian adalah salah satu cara membangun perasaan bahwa ia bernilai, sekaligus mendorong keinginan anak untuk mencoba aktivitas baru dan mencapai tujuan yang lebih baik dalam hidupnya. Dampak yang lebih luas dari peran orang tua pada perasaan anak ini adalah ia akan berkembang menjadi anak yang ceriah dan tidak mengalami beban ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Ini berarti orang tua mempunyai tanggung jawab penuh akan emosi dan karakter anak.[6]
            Untuk itu peran orang tua sebagai pendidik, sahabat, tokoh panutan dan guru sangat dibutuhkan demi menunjang perkembangan emosi anak. Bawasannya orang tua-lah yang paham sejauh mana anak mereka berkembang. Apalagi rasa ingin tahu diri anak adalah salah satu bagian penting dalam perkembangan emosi anak sejak usia dini, yang mana perkembangan ini berakar pada perasaan dan pikirannnya yang diterima, bernilai dan penting bagi keluarga dan orang sekitarnya.


                [1]Rochelle Semmel Albin, Emosi-Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 9.
                [2]Wolgang Bock. SJ, Anak Terluka Anak Ajaib Penyembuhan Luka Batin Masa Kecil, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 120.  
                [3]Ibid., hlm. 120. 
                [4]Pam Galbaith dan Rachel C. Hoyer, 7 Kecerdasan Emosional yang Dibutuhkan Oleh Anak Anda, (Batam: Gospel Press, 2015), hlm. 14-16. 
                [5]E.G.White, Mendidik dan Membimbing Anak, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1994), hlm. 14. 
                [6]Bernard Poduska, 4 Teori Kepribadian, (Jakarta: Restu Agung, 2002), hlm. 12.  
 

 

No comments:

Post a Comment