
Pandangan Filsafat Cina tentang Tuhan, Manusia, Ekologi
dan Alam adalah sebagai berikut:
1) Tuhan
Di dalam kitab tentang puisi,
terdapat beberapa syair yang menunjukkan pemahaman mengenai keberadaan Tuhan
Yang Maha Esa yang disebut Thien dan Shang Ti antara lain:
“kekuasaan dan bimbingan dari Tuhan
Yang Maha Esa sangat luas dan dalam, hal itu di luar jangkauan suara, sentuhan dan penciuman”. “Oh betapa besarnya
kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang
memerintah dan membimbing umat manusia”, dilihat tidak sampai, didengar tidak terdengar namun tiap wujud tiada yang
tanpa Dia”.
Thien menciptakan umat manusia dan
melengkapinya dengan sifat yang saleh dan luas, dengan fungsi-fungsi dari
badan, kekuatan dan pikiran serta tugas-tugas mereka untuk dijalankan. Selain konsep
Tuhan yang banyak dibicarakan dalam kitab mengenai puisi, pandangan theistik
lainnya dapat dijumpai dalam kita Lun Yu. Ujaran-ujaran Konghucu yang berkaitan
dengan konsep ke-Tuhan-an adalah; “dia yang telah berdosa kepada Thien,
berdoapun tidak bermanfaat”, “aku tidak menggerutu kepada Thien, tidak pula
menyesali manusia. Aku hanya belajar dari tempat terendah ini, terus maju
menuju tempat yang tinggi, Thian-lah yang mengenal diriku.”
Keberadaan Thien dapat dimengerti
sebagai causa prima atas segala
sesuatu yang ada. Tidak ada keberadaan barang-barang tanpa keberadaan Thien.
Thien juga merupakan sumber kebijaksanaan sekaligus merupakan sumber
pengetahuan manusia. Thien adalah ens
absolutum, causa prima in causata artinya yang ada tanpa diadakan atau
adanya tidak disebabkan oleh apapun dan siapapun. Segala sesuatu yang ada di
dunia ini bergerak menurut hukum-hukumnya. Dalam pandangan Konfusius pengaturan
hukum itu disebut Thian Li (kebenaran yang berasal dari Thiann atau Tuhan yang
Maha Esa). Hal ini menegaskan bahwa landasan hukum alam semesta adalah
kebenaran. Thian Li bukanlah nama lain dari Thian, tetapi lebih dekat dengan
pengertian firman Thian atau hukum-hukum dan pengaturan yang bersumber dari
Thian. Sumber hukum adalah Thian, dan kerena itu
hukum-hukum yang ada itu bersifat absolut dan memiliki fungsi yang mengatur
tata gerak alam semesta. Taat kepada hukum sama artinya dengan taat kepada
Thian, sebaliknya melanggar hukum berarti tidak mentaati Thian.
2) Manusia
Konsep kemanusiaan atau “Jen” berarti hubungan
antara manusia dengan manusia berdasarkan kemanusiaan yang sama. Jen biasa
diterjemahkan dengan kemanusiaan yang sempurna, kemurahan hati yang benar,
kehendak baik, manusia yang mempunyai hati, empati, dan hubungan antar manusia.
Semua kata ini coba mengungkapkan kemanusiaan dalam kepenuhan dan keagungannya.
Beberapa arti konkret dari konsep kemanusiaan atau “Jen” diberikan oleh
Konfusius kepada murid-muridnya; Tse Kong bertanya: Apakah ada peraturan yang dapat membimbing tindakan manusia selama ia
masih hidup? Konfusius menjawab: Peraturan
yang dapat membimbing tindakan manusia selama hidupnya adalah cinta. Kemudian
Konfusius melanjutkan: Jangan berbuat
kepada orang lain apa yang tidak suka orang lain berbuat terhadap dirinya. Sang
guru berkata kepada Tse Chang muridnya yang lain; Jen adalah kesanggupan untuk
mencapai lima hal di dunia, yaitu: harga diri, rendah hati, taat, tekun, dan
baik hati. Jen Huei, murid yang paling dicintai oleh Konfusius bertanya tentang
konsep kemanusiaan yang benar dan Konfusius berkata: kemanusiaan yang benar
terletak dalam mewujudkan dirimu secara benar dan membaharui perlakuan moral.
Jika seseorang walau hanya dalam sehari dapat merealisasikan diri dan
membaharui disiplin moral secara lengkap, dunia akan mengikuti dia. Menjadi
manusia tergantung dari dirimu sendiri.
Kemudian konsep manusia dibicarakan juga oleh Taoisme.
Menurut paham ini manusia pada hakekatnya dilahirkan dalam keadaan suci dan
baik. Jalan yang ditempuh untuk memelihara keadaan baik ini adalah manusia
harus hidup sesuai dengan jalan Taoisme. Jalan Taoisme adalah suatu cara untuk
menuju suatu perbuatan budi yang baik: berkelakuan ramah-tamah, sopan-santun,
harus cerdas, harus jujur dan harus adil.
Apa yang dianjurkan Taoisme juga ada pada ajaran Kristen. Kajadian 1, Allah
menciptakan manusia segambar dengan rupa Allah, dan apa yang diciptakan adalah
sangat baik, tidak ada cacat sedikitpun. Dan Allah juga menuntut manusia hidup
dalam kekudusan Allah karena Allah itu kudus.
Menurut
Chuang Chu manusia itu “eksternal”. Maksudnya digambarkan secara parabol,
sebagai berikut: seekor kuda itu harus memiliki empat kaki. Itu adalah internal
(kodrat). Seutas tali yang dipasang pada leher kuda adalah “eksternal”.
Maksudnya adalah unsur kedagingan manusia. Manusia dibagi dalam dua bagian
yakni “manusia” dan kodrat. Manusia berhubungan dengan kedagingan dan kelemahan
manusia. Sebagaimana dikomentari Chuang Chu, mengikuti kodrat, memilihara
sumber semua kebaikan dan kebahagiaan, sementara mengikuti manusia adalah
sumber semua kesakitan dan kejahatan.
Ada empat hal yang tidak mengijinkan manusia untuk
memperoleh kedamaian. Pertama adalah
umur panjang. Kedua adalah reputasi. Ketiga adalah pangkat dan keempat adalah kekayaan. Mereka yang
memiliki keempat hal ini takut akan setan, manusia, kekuasaan dan hukuman.
Hidup mereka dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya eksternal. Namun sebaliknya
mereka yang mengiktui martabat manusia, tidak akan mengharapkan umur panjang.
Mereka yang tidak menemukan kehormatan, tidak akan mengharapkan reputasi.
Mereka yang tidak mengingingkan kekuasaan, tidak akan mengharapkan pangkat. Sistem
regulasi hak-hak eksternal akan bertahan secara sementara, tetapi itu tidak
serasi dengan hati manusia.
Lalu, manusia ideal dalam bahasa Cina disebut
sebagai Chun Tzu. Chun Tzu ini
diterjemahkan dengan kemanusiaan yang benar “manusia sempurna” dan “kemanusiaan
yang terbaik”. Chun Tzu dalam etika,
benar-benar menunjukkan perilaku yang keluar dari hati sanubarinya yang
terdalam dan jujur.
Dan bila telah sampai pada tingkat di mana ia merasa menyatu dengan alam
semesta dan lingkungannya, maka Chun Tzu pada
umumnya menghayati sikap sebagai tuan rumah yang ideal. Bukan apa yang
diperoleh dari orang yang datang, melainkan apa yang dapat diperbuat untuk
orang tersebut.
Orang Cina yang ideal adalah orang yang menikmati
hidup. Ia menikmati hidup karena ia menerima kodrat atau sifat dasarnya dan
keadaannya sekarang sebagai yang baik, tanpa menghendaki ia berbeda dari apa
adanya. Seseorang akan membatasi aktivitasnya terhadap apa itu kebutuhan dan
natura: kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dan tak pernah dilakukan.
Secara natura berarti mengikuti te, bukan
usaha kesewenang-wenangan. Inilah jalan
untuk mencapai prinsip hidup yang otentik.
Lao Tzu berkata, cara berbuat adalah berada. Ternyata
apa yang dimaksukannya adalah bahwa setiap orang harus menjadi dirinya sendiri,
bertindak sesuai kodratnya sendiri.
Syarat pertama untuk mencapai kebahagiaan adalah
pengembangan bebas kodrat kita. Kita harus melaksanakan kemampuan kodrat kita
secara bebas dan penuh. Kemampuan kita adalah te kita yang datang secara langsung dari Tao.
Lao Tzu mengagumi kepolosan dan kesederhanaan
anak-anak kecil dan kelompok para petani. Para petani merupakan lambang
orang-orang sederhana yang mudah diatur, tidak membangkang, punya tanggung
jawab yang tinggi, tidak korup, dan tidak kikir. Cara hidup para petani ini
merupakan jalan yang dapat menghantar manusia pada kedamaian dan harmoni.
3) 3) Ekologi
Alam merupakan tempat kediaman manusia. Antara alam
dan manusia terjalin relasi yang tak terelakan. Manusia dan alam saling
membutuhkan dan berintegrasi menciptakan harmoni yang nyata. Alam adalah
makrokosmos. Sedangkan manusia adalah mikrokosmos. Kesadaran akan interese
makrokosmos dan mikrokosmos diproyeksikan dalam realitas keseimbangan ekologi.
Term “ekologi” merupakan kombinasi dua kata Yunani yaitu “Oikos” dan “Logos”.
Oikos berarti “rumah” atau “tempat tinggal”. Logos berarti “ilmu”. Dengan
demikian ekologi berarti ilmu tentang relasi antara organisme-organisme dengan
lingkungannya. Secara literer ekologi berarti studi tentang hidup
organisme-organisme.
Alam bagi orang Cina merupakan
sumber inspirasi bagi kaum Taois. Sikap selaras dengan alam berarti selaras
dengan Tao sumber segala sesuatu. Selaras dengan Tao berarti menciptakan
harmoni dengan diri sendiri dan segala sesuatu.
Konsekuensi sikap mengunggulkan agresi digambarkan Lao Tzu, sebagai berikut:
Mereka
yang merebut dunia
Dan
yang membentuknya menurut keinginan sendiri
Tak
pernah menurut pengamatan saya berhasil
Dunia
ini ibarat jambangan yang demikian sucinya
Sehingga
hanya dengan didekati saja oleh mereka yang tidak suci
Jambangan
itu jadi tercemar
Dan
di saat mereka mengulurkan tangannya ia lenyap.
Kesatuan dengan lingkungan alam terealisasi, bila
manusia memandang alam sebagai sahabatnya. Ketika puncak Everest berhasil
didaki, orang barat mengekspresikan keberhasilan ini dengan mengatakan “Everest
ditaklukkan!” sedangkan orang Timur yang menganut Taoisme akan berujar “Everest
adalah sahabat kami”. Di sini para para penganut Taoisme memperlihatkan
keselarasan mereka dengan alam.
Kesan ini semakin dipertajam oleh W.E Hocking dalam bukunya “The Coming World
Civilization”. Dalam buku ini, ia menceritakan tentang pengalaman pertemuannya
dengan seorang tukang kebun tua di sebelah kuil Taois, sebelah utara Hangchow. Dari
pertemuan itu, ia menemukan satu ekspresi konkret hubungan mistik dengan alam.
Ia melukiskan keindahan pengalamannya itu demikian:
“mata
dan tangan tukang kebun itu memancarkan cinta akan tumbuhannya. Bagi tukang
kebun itu tanamannya merupakan manifestasi Tao, mengandung prinsip Yin Yang,
yang terserap dalam segala sesuatu yang hidup. Kalau ia berbicara tentang tumbuhannya,
saya jarang melihat wajah yang begitu ramah manusiawi, memancar rasa
persaudaraan dengan sumber hidup yang sedang dipeliharannya. Dengan memelihara
dan merawat kebunnya, ia sedang menghayati apa yang disebut Lao Tzu kembali ke
akar”.
Inilah pendekatan fundamental dari kaum Taois
terhadap alam yang bernuansa ekologis. Pendekatan ini mendorong Joseph Needham
berani berkata: “Walaupun Cina terbelakang dalam teori ilmiah, negeri ini sudah
lama mengembangkan “suatu filsafat alam yang organis, yang amat dekat dengan
apa yang diterima oleh ilmu pengetahuan modern melalui materialisme mekanis
selama tiga abad”.
Pendekatan kaum Taois yang bersifat ekologis
diwujudnyatakan dalam design kuil-kuil yang tidak mencolok dibandingkan dengan
alam sekitarnya. Kuil Taois terletak di bukit-bukit dan dinaungi aneka
pepohonan. Inilah suatu pemandangan yang serasi dan membaur dengan lingkungan. Alangkah
baiknya bila manusia juga membaur dan bersahaja dengan alam. Realitas ini telah
dihayati dengan ini telah dihayati oleh Chuang Tzu, seorang murid Lao Tzu.
Sebelum ia meninggal dunia, para pengikutnya meminta izin kepadanya untuk
mengadakan upacara pemakaman secara besar-besaran. Tetapi Chuang Tzu menjawab:
“Langit dan bumi adalah peti mati saya bagian dalam dan bagian luar. Matahari,
bulan dan bintang-bintang adalah kain kafan saya dan seluruh makhluk adalah
iringan pengantar jenazah saya”.
Pendekatan Taoisme terhadap alam berbekas pada
kesenian Cina. Zaman kebesaran Cina pada abad XVII berlangsung bersamaan dengan
pengaruh Tao terhadap perasaan dan saya khayal di Cina. Dalam seni lukis,
subyek yang paling diminati adalah alam. Sebelum memegang kuas dan sutera,
seorang pelukis akan pergi ke tengah alam, membaurkan diri di dalamnya dan
bersatu dengan alam. Kegiatan ini dilaksanakan selama setengah hari atau empat
belas tahun sebelum membuat sebuah coretan. Kata Cina untuk melukiskan
pemandangan tersebut tersusun dari dua akar kata yaitu gunung dan air. Yang
pertama memberi kesan keluasan, kesunyian dan stabilitas. Yang kedua
menggambarkan keluwesan, kesabaran dan gerak yang berkesinambungan.
Dimanakah posisi manusia? Posisi manusia dalam
keluasan pemandangan, kecil sekali. Karena itu, manusia harus melihat secara
cermat dalam satu lukisan kalau ia mau menjumpainnya. Biasannya ia digambarkan
sedang mendaki sebuah bukit sambil membawa beban, menunggang seekor kerbau atau
mendayung sampan. Manusia kelihatan sedang berjalan, membawa sesuatu, mendaki
bukit sekilas tampak indah lewat kabut yang sedang berlalu. Ia tidak perkasa
seperti gunung, ia tidak hidup lama seperti pohon cemara. Ia termasuk dalam
keseluruhan skema alam sama seperti burung-burung dan awam gemawan. Melalui
manusia dan juga segala yang lain mengalirlah Tao dalam geraknya yang ritmis.
Keindahan alam yang natural memotivasi manusia untuk
bersikap sederhana dan harmonis dalam batinnya. Jiwa yang dilanda kecemasan
merupakan nada-nada fals dalam simponi universal. Para penganut Taoisme mengarahkan hidup
batinnya sedemikian rupa sehingga bersatu dalam nada yang sama dengan musik
alam semesta. Inilah maksudnya menjadi senada dengan Tao.
Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terasa
begitu pesat. Tidak berlebihan bila para pakar dari berbagai bidang ilmu
menyebut abad ini sebagai abad klimaks. Manusia telah mencapai kemajuan dalam
daya kreasi dan pola pikirnya untuk menaklukkan alam. Ini merupakan kemajuan
yang melampui masa-masa sebelumnnya dan mempertinggi prestise manusia sebagai
makhluk yang jaya. Namun ketika manusia mencapai puncak kejayaannya, serentak
ia mengalami suatu tilik balik yaitu ketergantungannya yang mutlak pada alam.
Malahan ia dituntut untuk menata hidupnya sedemikian rupa, sehingga terjalin
keselarasan baru dengan alam sebagai rumah tangganya.
Bila kita merefleksikan secara mendalam, dunia ini
sebetulnya sedang dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang mencemaskan. Manusia
sebetulnya sedang menghadapi masalah-masalah besar yang tak terelakkan, seperti
polusi (polusi udara, tanah, air dan bunyi), limbah industri, pencemaran
kawasan pantai dan pengendalian jumlah penduduk. Di samping itu ada pula
permasalahan lain yang dihadapi manusia seperti percobaan senjata nuklir dan
kimia, penyebaran gas-gas beracun, berkembang biaknya berbagai penyakit,
punahnya berbagai jenis satwa langka, gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
polusi udara dan perluasan kawasan industri.
Tantangan besar lain yang harus diwaspadai oleh
manusia adalah penebangan hutan secara liar. Tindakan ini mengakibatkan hutan
kehilangan fungsinya sebagai ekosistem, sumber pendapatan dan makanan bagi
manusia, sumber obat-obatan tradisional, sumber air, pengendali erosi dan
karbidioksida sebagai bahan pemanas. Alam merupakan bagian integral dan ibu
yang memberikan kehidupan bagi manusia. Bila alam dimusnakan, maka manusia
turut merusak hidupnya sendiri. Akhir-akhir ini muncul gejala yang
memperlihatkan kerinduan manusia untuk bersatu dengan alam. Gejala ini
diwujudkan dalam gerakan “back to nature”. Gerakan ini semakin
populer dan merupakan koreksi umat manusia atas kesalahannya. Misalnya, dalam
dunia medis mulai dikembangkan sistem pengobatan yang menggunakan sumber air
panas alami dan obat-obatan tradisional. Selain itu para aktivis lingkungan
hidup terus menyuarakan upaya mereformasi lingkungan hidup. Ini membuktikan
bahwa manusia masih dan tetap bergantung pada alam. Alam yang bersahabat dengan
manusia melapangkan jalan sekaligus mengantisipasi tercitanya harmoni dengan
Surga (langit).
4)
Kerja
Ciri yang paling menentukan dari sikap bangsa
Tionghoa terhadap dunia sekitarnya adalah komintmen total mereka terhadap
kehidupan sebagaimana adanya. Jika perlu maka dengan komitmen esktra, mereka
akan berharap dapat menciptakan keadaan dimana anak-anak atau keturunannya
dapat memiliki hal-hal baik yang tidak mereka miliki. Peradaban modern mereka
didasarkan pada tata nilai yang paling kentara paling kentara materialistis
dalam sejarah umat manusia. Kalau mereka melihat kue di langit, mereka segera
mulai memperhitungkan bagaimana menurukannya ke meja makan. Sikap terhadap
kehidupan ini membuat orang Tionghoa sadar akan fungsi benda-benda. Suasana
kebendaan mereka dan kerajinan dan keterampilan mereka sendiri merupakan sumber
dan alat kesejahteraan; siasatnya adalah menemukan hubungan kerja di dalam
benda-benda dan memanipulasikannya untuk membuat kehidupan lebih baik bagi diri
sendiri dan bagi keluarga atau golongan sosial seseorang.
Dengan begitu, dapat kita pahami filosofi orang Cina
yang mengatakan bahwa jika kita ingin hebat maka kita harus bekerja. Orang yang
sukses adalah orang yang tidak pernah kenal kemalasan. Karena bila kemalasan
telah menjadi suatu aktivitas hidup maka orang tidak akan pernah mengenal yang
namanya kesuksesan. Maka dari itu kerja adalah salah satu hal penting dalam
masyarakat Cina. Sekurang-kurangnya kita dapat melihat bahwa dengan kerja orang
Cina dapat menguasai perekonomian dunia.