NILAI SOSIAL DALAM RITUAL MBAMA
DI KAMPUNG
WOLOSOKO KECAMATAN WOLOWARU KABUPATEN ENDE
Oleh

Manusia
adalah makluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia yang lain.
Hubungan ini akan menimbulkan produk-produk. Di antaranya adalah nilai-nilai
sosial dan norma-norma sosial yang dianut oleh suatu kelompok tersebut. Dengan
demikian, masyarakat sendiri merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama.
Orang
Wolosoko juga merupakan suatu masyarakat sosial yang mempunyai adat istiadat. Dengan adat istiadat,
orang Wolosoko mampu untuk berinteraksi dengan alam dunia, mengolahnya dan mengembangkan apa
yang telah ada, sehingga lahirlah produk-produk budaya yang baru, sebagai hasil
pengembangan dan perealisasian dirinya. Salah satu dari produk budaya tersebut
adalah Ritual Mbama.
Ritual Mbama adalah ritual syukur atas hasil panen perladangan
dalam semusim tanam, yaitu hasil yang diperoleh setelah setahun bergulat dengan
lahan dan tanaman. Dalam komunitas peladang Wolosoko, setiap tahun diadakan Ritual Mbama. Mbama memang menjadi pesta panen yang sangat
penting, bahkan bisa
dikatakan sebagai puncak
syukur. Kendati bernuansa pesta syukur, pesta besar dan
meriah, aspek ritualnya tetap menjadi inti. Tata cara yang
dipakai adalah musyawara-mufakat para pemimpin dan penyangga lembaga
tradisional mosalaki dengan jajarannya.
Ritual Mbama memiliki nilai sosial. Jenis nilai sosial dalam Ritual Mbama di Desa Wolosoko mencakup
tiga nilai yaitu
nilai sosial-ekonomi, nilai sosial-politik dan nilai sosial- religius. Pertama, nilai
sosial-ekonomi. Ritual Mbama menunjukan
jati diri Masyarakat Wolosoko sebagai masyarakat yang pekerjaan pokoknya adalah
bertani. Bertani adalah penopang
kehidupan Masyarakat Wolosoko. Apa yang dihasilkan dalam setahun akan
dipersembahkan kepada Du’a Ngga’e, tana watu,
nitu pa’i. Persembahan tersebut
merupakan ungkapan syukur atas apa yang telah diperoleh.
Kedua, nilai
sosial-politik. Ritual Mbama dapat
dilihat dalam stuktur sosial dalam pelaksanaan
ritual adat, dari Mosalaki,
ine ema, aji ana, dan boge hage serta faiwalo anahalo sebagai perencana dan
pelaksana ritual adat. Dalam upacara nelu,
hanya Mosalaki, aji ana, dan boge hage yang mempunyai hak suara untuk
menentukan kapan pelaksanaan ritual dan apa yang harus dibuat sedangkan faiwalu anakalo hanyalah menyetujui dan
siap melaksanakan apa yang telah disepakati oleh pemangku kekuasaan
tersebut. Mereka-lah yang mengatur perjalanan ritual selama setahun.
Ketiga, nilai sosial-religius. Ritual Mbama adalah salah satu bentuk upacara
adaat untuk menghormati Wujud Tertinggi sebagai pengatur
segala sesuatu. Nilai-nilai sosial ini ditemukan dalam proses Ritual
Mbama dari perencanaan hingga penutup ritualnya. Nilai-nilai ini sangat
jelas diungkapkan dalam Ritual Mbama.
Ritual Mbama adalah pesta pasca panen
sebagai tanda syukur dan sekaligus mengenang dan menghormati Ine Pare atau Bobi dan
Nombi yang diyakini sebagai asal mula padi yang dikorbankan dengan
darahnya. Darah yang menjelma menjadi
makanan yang bermutu tinggi, sehingga ada sederet ritual dari pembukaan
lahan sampai Ritual Mbama.
No comments:
Post a Comment