Aku
tak sangka! Saat kau berkipra di pelupuk mata neraca keadilan. Dalam kenestapaan
jiwa yang berkelana demi reputasi sesaat. Di sini kau menemukan suasana baru
dalam mencari kepastian. Bukan disini tapi disana telah mengelabuimu. Kau
mengirim langkah sesuai kancah arus kehidupan yang mati. Layaklah ditapaki?
Tanpa kau menghitung detak jantung yang berdenyut dari para koruptor. Kau makin
patah, layaknya kayu lapuk yang terkulai dan mengawang atas topangan orang
lain. Lalu kau hanya meninggalkan luka lara yang salah. Kau menanamkan luka
menimpah rakyat jelata, dengan kenangan yang tumbuh subur mengarang diatas
karang belaka dan benih-benih itu hidup merajalela yang meluluh lantahkan di
sudut kalbu. Karena kau tak mau lagi disini, sebab kau telah bangkit. Tetapi kau
tetaplah ada sebagai pecundang yang berlama mati di sini. Tiada yang bersanding
sebab nanti dirasuki dalam tangis demi kesalahan langkah pahit. Mungkin ini
bukan pilihan lagi. Sangkahkah kau guratkan nilai zaman ini? Sebab kau telah
jatuh untuk menulis noktah yang mengguyuri dengan mencekam tintah hitam. Sukma
yang kau bawah pergi dalam diri termakan oleh kehampaan. Lama terpaku mati
dengan bercak darah. Pada tatapan kasat mata yang beku pada luka kematian
jiwa.
No comments:
Post a Comment