MEWARTAKAN INJIL SEBAGAI TUGAS KHAS IMAM
MENURUT KANON 757 KITAB HUKUM KANONIK 1983
Oleh
Yohanes Dionisius Leo
“Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15). Kutipan teks Injil ini
merupakan pesan yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Ia
terangkat ke surga. Makna perkataan Yesus ini ialah Injil sebagai kabar sukacita
keselamatan, tidak saja diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi, tetapi juga bagi
segala makhluk di segala penjuru. Bagi para murid Yesus sendiri, amanat ini
merupakan tugas mereka yang utama setelah Yesus tidak lagi bersama mereka.
Mereka mengemban tugas melanjutkan karya pewartaan Injil bagi segala bangsa.
Tugas pewartaan Injil tidak saja
ditujukan kepada para murid Yesus, tetapi diperuntukkan bagi semua orang yang
telah bersatu sebagai anggota Gereja. Perintah yang diberikan kepada Dua belas
rasul untuk pergi dan mewartakan Injil juga berlaku untuk semua orang Kristen,
meskipun dengan cara yang berbeda. Berkat sakramen pembaptisan, umat beriman
Kristiani telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah dan
turut mengambil bagian dalam tiga tugas Kristus yakni sebagai Imam, Nabi dan
Raja. Sebagai Imam, anggota Gereja Umat Allah mengemban tugas pengudusan.
Sebagai Nabi, Gereja diserahi tugas pewartaan, dan sebagai Raja, Gereja
mengemban tugas pelayanan. Usaha untuk mewartakan Injil kepada orang-orang
zaman sekarang ini, yang didukung oleh sutau pengharapan namun sekaligus
perasaan tertekan karena ketakutan dan kecemasan, merupakan suatu pelayanan yang diberikan kepada jemaat Kristen dan
juga kepada seluruh umat manusia.
Tugas mewartakan Injil sesungguhnya
merupakan rahmat dan panggilan yang khas bagi Gereja. Tugas untuk mewartakan
Injil kepada segala bangsa merupakan perutusan hakiki dari Gereja. Gereja ada
untuk mewartakan Injil. Gereja pada gilirannya juga diutus oleh Yesus untuk
mewartakan Kabar Baik. Gereja merupakan perpanjangan Yesus dan meneruskan
kehadiran Yesus, lebih- lebih perutusan Yesus dan meneruskan kehadiran Yesus.
Gereja adalah pewarta Injil, namun hal ini dimulai dengan menerima pewartaan
itu sendiri. Setelah diutus dan diberi pewartaan Injil, maka Gereja sendiri
mengutus para pewarta Injil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha
pewartaan Injil dalam situasi zaman sekarang merupakan suatu hal yang sangat
mendesak. Dunia dewasa ini mengalami begitu banyak perubahan yang semakin luas
dan kompleks. Perubahan-perubahan dimaksud terjadi dalam tata masyarakat,
maupun dalam aspek psikologis, moral dan keagamaan. Di satu pihak, dapat
ditemukan perkembangan dan kemajuan yang begitu besar dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Namun di lain pihak, dapat disaksikan pula situasi-situasi
faktual yang begitu memprihatinkan yang dialami oleh umat manusia. Ada berbagai
ketimpangan sosial dan ketidakseimbangan yang dialami oleh umat manusia dewasa ini.
Kemendesakan pewartaan Injil dalam
situasi dunia zaman sekarang, turut dirasakan juga oleh Bapa-Bapa Konsili.
Keadaan umat manusia yang serba baru dan perubahan-perubahan yang meluas dan
mendalam di dalam masyarakat zaman sekarang ini, menjadikan Gereja dipanggil secara lebih
mendesak untuk menyelamatkan dan membarui semua ciptaan. Gereja dipanggil untuk
membawa seluruh umat manusia menjadi satu keluarga dan satu umat Allah di dalam
Kristus.
Telah disinggung sebelumnya bahwa usaha
mewartakan Injil merupakan suatu pelayanan yang diemban oleh seluruh umat
manusia. Namun sejatinya, tugas pewartaan Injil secara istimewa diemban oleh
para uskup yang bekerja sama dengan para imam. Imbauan Apostolik Paus Paulus
VI, Evangelii Nuntiandi secara jelas
menyatakan demikian:
“Dalam kesatuan dengan
Pengganti Petrus, para Uskup, yang merupakan pengganti para rasul, melalui
kuasa tahbisan mereka menerima kewibawan untuk mengajarkan kebenaran yang
diwahyukan dalam Gereja. Mereka adalah guru-guru iman. Bersatu dengan para
Uskup dalam pelayanan penginjilan dan bertanggung jawab karena suatu gelar
khusus, ialah mereka yang karena tahbisan imamatnya ‘bertindak dalam Pribadi
Kristus’. Mereka adalah pendidik-pendidik umat Allah dalam iman dan pengkhotbah-pengkhotbah,
pada saat yang sama sekaligus juga menjadi pelayan- pelayan Ekaristi dan
sakramen-sakramen lainnya. Kita para Gembala oleh karenanya diajak untuk
memperhatikan kewajiban ini, lebih daripada anggota- anggota lain dalam Gereja.
Yang memberikan identitas pada pengabdian kita selaku imam, yang memberikan
kesatuan mendalam terhadap seribu satu macam tugas yang menuntut perhatian kita
hari demi hari sepanjang hidup kita, dan memberikan suatu ciri khas pada
kegiatan-kegiatan kita, ialah tujuan ini, yang selalu ada dalam segala
perbuatan kita: Untuk mewartakan Injil Allah. Salah satu tanda identitas kita
yang tidak boleh terhambat karena keragu-raguan dan tak boleh dikaburkan karena
ada pertentangan, ialah ini: sebagai pastor-pastor, kita telah dipilih oleh
belas kasih Gembala Tertinggi, kendati kita tidak layak untuk mewartakan sabda
Allah dengan kewibawaan.”
Pada hakikatnya, fungsi pelayanan para
imam dibagi ke dalam tiga aspek yakni para imam adalah pelayan sabda Allah,
para imam adalah pelayan sakramen- sakramen dan Ekaristi, dan yang terakhir para imam adalah
pemimpin umat Allah. Di antara ketiga fungsi pelayanan ini, pelayanan sabda
Allah mendapat tempat yang pertama dan utama. Apa yang dinyatakan Paus Paulus
VI dalam Evangelii Nuntiandi itu,
telah ditekankan satu dekade sebelumnya oleh Bapa-Bapa Konsili. Para imam
sebagai rekan-rekan kerja para Uskup, pertama-tama wajib mewartakan Injil Allah
kepada semua orang. Dengan melaksanakan amanat Yesus tersebut di atas, para
imam membentuk dan mengembangkan umat Allah.
Dengan sakramen imamat, imam secara
khas dan khusus mengambil bagian dalam tiga tugas Yesus, yakni sebagai imam,
nabi dan raja. Sebagai imam, ia bertugas mempersembahkan kurban kepada Allah
(bdk. Im 1-7) dan memberkati umat atas nama Allah (bdk. Bil 6:22). Sebagai
nabi, imam menjadi pendengar sabda Allah dan harus dengan setia mengajarkannya
kepada umat. Ia harus menafsir tanda-tanda zaman berdasarkan firman Allah itu
dan harus menyampaikan sikap kritis-profetis kepada umatnya. Sebagai raja, imam
bertindak sebagai gembala dan pemimpin umat (bdk. 2 Sam 5:2). Imam membela hak
Allah tetapi juga secara khusus melindungi hak-hak orang miskin, mewakili umat
di hadapan Allah serta mewakili Allah di hadapan umat.
Kewajiban para imam pertama-tama adalah
mewartakan Injil Allah kepada semua orang. Para imam mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan kebenaran Injil kepada semua orang, sehingga mereka bergembira di
dalam Tuhan. Dalam menanggapi berbagai kebutuhan para pendengar dan menurut karisma
para pewarta sendiri, pewartaan Injil dapat dilaksanakan dengan berbagai
cara. Model atau cara pewartaan Injil yang dapat dibuat yakni para imam
mengajak orang-orang untuk memuliakan Allah dengan cara hidup mereka yang baik
di tengah umat; menyiarkan misteri Kristus kepada kaum tak beriman dengan
pewartaan yang terbuka; dengan memberikan katekese Kristiani; dengan
menguraikan ajaran Gereja; dan dengan berusaha mengkaji persoalan-persoalan
aktual dalam terang Kristus.
No comments:
Post a Comment