Monday, March 16, 2020

"Tugas Pewartaan Seorang Imam"


MEWARTAKAN INJIL SEBAGAI TUGAS KHAS IMAM

MENURUT KANON 757 KITAB HUKUM KANONIK 1983

Oleh

Yohanes Dionisius Leo


“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15). Kutipan teks Injil ini merupakan pesan yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke surga. Makna perkataan Yesus ini ialah Injil sebagai kabar sukacita keselamatan, tidak saja diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi, tetapi juga bagi segala makhluk di segala penjuru. Bagi para murid Yesus sendiri, amanat ini merupakan tugas mereka yang utama setelah Yesus tidak lagi bersama mereka. Mereka mengemban tugas melanjutkan karya pewartaan Injil bagi segala bangsa.
Tugas pewartaan Injil tidak saja ditujukan kepada para murid Yesus, tetapi diperuntukkan bagi semua orang yang telah bersatu sebagai anggota Gereja. Perintah yang diberikan kepada Dua belas rasul untuk pergi dan mewartakan Injil juga berlaku untuk semua orang Kristen, meskipun dengan cara yang berbeda. Berkat sakramen pembaptisan, umat beriman Kristiani telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah dan turut mengambil bagian dalam tiga tugas Kristus yakni sebagai Imam, Nabi dan Raja. Sebagai Imam, anggota Gereja Umat Allah mengemban tugas pengudusan. Sebagai Nabi, Gereja diserahi tugas pewartaan, dan sebagai Raja, Gereja mengemban tugas pelayanan. Usaha untuk mewartakan Injil kepada orang-orang zaman sekarang ini, yang didukung oleh sutau pengharapan namun sekaligus perasaan tertekan karena ketakutan dan kecemasan, merupakan suatu pelayanan yang diberikan kepada jemaat Kristen dan juga kepada seluruh umat manusia.
Tugas mewartakan Injil sesungguhnya merupakan rahmat dan panggilan yang khas bagi Gereja. Tugas untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa merupakan perutusan hakiki dari Gereja. Gereja ada untuk mewartakan Injil. Gereja pada gilirannya juga diutus oleh Yesus untuk mewartakan Kabar Baik. Gereja merupakan perpanjangan Yesus dan meneruskan kehadiran Yesus, lebih- lebih perutusan Yesus dan meneruskan kehadiran Yesus. Gereja adalah pewarta Injil, namun hal ini dimulai dengan menerima pewartaan itu sendiri. Setelah diutus dan diberi pewartaan Injil, maka Gereja sendiri mengutus para pewarta Injil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha pewartaan Injil dalam situasi zaman sekarang merupakan suatu hal yang sangat mendesak. Dunia dewasa ini mengalami begitu banyak perubahan yang semakin luas dan kompleks. Perubahan-perubahan dimaksud terjadi dalam tata masyarakat, maupun dalam aspek psikologis, moral dan keagamaan. Di satu pihak, dapat ditemukan perkembangan dan kemajuan yang begitu besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Namun di lain pihak, dapat disaksikan pula situasi-situasi faktual yang begitu memprihatinkan yang dialami oleh umat manusia. Ada berbagai ketimpangan sosial dan ketidakseimbangan yang dialami oleh umat manusia dewasa ini.
Kemendesakan pewartaan Injil dalam situasi dunia zaman sekarang, turut dirasakan juga oleh Bapa-Bapa Konsili. Keadaan umat manusia yang serba baru dan perubahan-perubahan yang meluas dan mendalam di dalam masyarakat zaman sekarang ini, menjadikan Gereja dipanggil secara lebih mendesak untuk menyelamatkan dan membarui semua ciptaan. Gereja dipanggil untuk membawa seluruh umat manusia menjadi satu keluarga dan satu umat Allah di dalam Kristus.
Telah disinggung sebelumnya bahwa usaha mewartakan Injil merupakan suatu pelayanan yang diemban oleh seluruh umat manusia. Namun sejatinya, tugas pewartaan Injil secara istimewa diemban oleh para uskup yang bekerja sama dengan para imam. Imbauan Apostolik Paus Paulus VI, Evangelii Nuntiandi secara jelas menyatakan demikian:
“Dalam kesatuan dengan Pengganti Petrus, para Uskup, yang merupakan pengganti para rasul, melalui kuasa tahbisan mereka menerima kewibawan untuk mengajarkan kebenaran yang diwahyukan dalam Gereja. Mereka adalah guru-guru iman. Bersatu dengan para Uskup dalam pelayanan penginjilan dan bertanggung jawab karena suatu gelar khusus, ialah mereka yang karena tahbisan imamatnya ‘bertindak dalam Pribadi Kristus’. Mereka adalah pendidik-pendidik umat Allah dalam iman dan pengkhotbah-pengkhotbah, pada saat yang sama sekaligus juga menjadi pelayan- pelayan Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya. Kita para Gembala oleh karenanya diajak untuk memperhatikan kewajiban ini, lebih daripada anggota- anggota lain dalam Gereja. Yang memberikan identitas pada pengabdian kita selaku imam, yang memberikan kesatuan mendalam terhadap seribu satu macam tugas yang menuntut perhatian kita hari demi hari sepanjang hidup kita, dan memberikan suatu ciri khas pada kegiatan-kegiatan kita, ialah tujuan ini, yang selalu ada dalam segala perbuatan kita: Untuk mewartakan Injil Allah. Salah satu tanda identitas kita yang tidak boleh terhambat karena keragu-raguan dan tak boleh dikaburkan karena ada pertentangan, ialah ini: sebagai pastor-pastor, kita telah dipilih oleh belas kasih Gembala Tertinggi, kendati kita tidak layak untuk mewartakan sabda Allah dengan kewibawaan.”
Pada hakikatnya, fungsi pelayanan para imam dibagi ke dalam tiga aspek yakni para imam adalah pelayan sabda Allah, para imam adalah pelayan sakramen- sakramen dan Ekaristi, dan yang terakhir para imam adalah pemimpin umat Allah. Di antara ketiga fungsi pelayanan ini, pelayanan sabda Allah mendapat tempat yang pertama dan utama. Apa yang dinyatakan Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi itu, telah ditekankan satu dekade sebelumnya oleh Bapa-Bapa Konsili. Para imam sebagai rekan-rekan kerja para Uskup, pertama-tama wajib mewartakan Injil Allah kepada semua orang. Dengan melaksanakan amanat Yesus tersebut di atas, para imam membentuk dan mengembangkan umat Allah.
Dengan sakramen imamat, imam secara khas dan khusus mengambil bagian dalam tiga tugas Yesus, yakni sebagai imam, nabi dan raja. Sebagai imam, ia bertugas mempersembahkan kurban kepada Allah (bdk. Im 1-7) dan memberkati umat atas nama Allah (bdk. Bil 6:22). Sebagai nabi, imam menjadi pendengar sabda Allah dan harus dengan setia mengajarkannya kepada umat. Ia harus menafsir tanda-tanda zaman berdasarkan firman Allah itu dan harus menyampaikan sikap kritis-profetis kepada umatnya. Sebagai raja, imam bertindak sebagai gembala dan pemimpin umat (bdk. 2 Sam 5:2). Imam membela hak Allah tetapi juga secara khusus melindungi hak-hak orang miskin, mewakili umat di hadapan Allah serta mewakili Allah di hadapan umat.
Kewajiban para imam pertama-tama adalah mewartakan Injil Allah kepada semua orang. Para imam mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kebenaran Injil kepada semua orang, sehingga mereka bergembira di dalam Tuhan. Dalam menanggapi berbagai kebutuhan para pendengar dan menurut karisma para pewarta sendiri, pewartaan Injil dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Model atau cara pewartaan Injil yang dapat dibuat yakni para imam mengajak orang-orang untuk memuliakan Allah dengan cara hidup mereka yang baik di tengah umat; menyiarkan misteri Kristus kepada kaum tak beriman dengan pewartaan yang terbuka; dengan memberikan katekese Kristiani; dengan menguraikan ajaran Gereja; dan dengan berusaha mengkaji persoalan-persoalan aktual dalam terang Kristus.

No comments:

Post a Comment